Tuesday, May 18, 2010

Izin Pelepasan Hutan untuk Perkebunan Dihentikan

Rabu, 12 Mei 2010 | 03:37 WIB

Jakarta, Kompas - Kementerian Kehutanan meminta investor mengoptimalkan pemakaian lahan yang telah dialokasikan untuk perkebunan dan lahan telantar yang belum ditanami. Oleh karena itu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan belum menandatangani satu pun izin pelepasan hak kawasan hutan untuk ekspansi perkebunan.

”Saya minta mereka memakai dulu lahan yang belum ditanami atau memakai lahan telantar yang ditertibkan belakangan ini,” kata Menhut saat menerima juru kampanye Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar, Joko Arif, Yuyun, dan Zulkifli di Jakarta, Selasa (11/5). Menhut didampingi Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Daryanto, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Darori, serta Direktur Perlindungan PHKA Muhammad Awria Ibrahim.

Hingga 2009, sudah dialokasikan 8,8 juta hektar kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), yakni 4,19 juta hektar dalam proses pencadangan dan 4,67 juta hektar menunggu surat keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menhut. Dari 2,4 juta hektar perkebunan yang memiliki hak guna usaha, baru 1,6 juta hektar yang ditanami.

Menhut juga berencana melarang pemakaian lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 2 meter. Saat ini larangan baru untuk lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter karena melepas emisi karbon hingga 1.000 metrik ton per hektar.

Menhut berharap, semua organisasi nonpemerintah bekerja sama dengan pemerintah menyelamatkan hutan Indonesia.

Menurut Bustar, hal itu sejalan dengan Greenpeace, yakni mencegah perusahaan melakukan aksi yang memalukan pemerintah di forum internasional. Kampanye Semenanjung Kampar Riau, misalnya, untuk mencegah Presiden dipermalukan dengan klaim penurunan emisi 26 persen pada 2020 karena di lapangan ada perusahaan yang melanggar asas lingkungan.(HAM).

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/12/03373532/.izin.pelepasan.hutan.untuk.perkebunan.dihentikan.

Monday, May 10, 2010

Tuhan 9 Senti (Puisi Taufik Ismail)

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok.

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok.

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok.

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemisngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.

Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya.

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.

Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan.

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka.

Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk.

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.

Lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba.

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya.

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.
Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Friday, May 7, 2010

Surat Terbuka untuk APRIL (Asia Pacific Resources International Limited)

Setelah bulan lalu menyoroti SMART Tbk yang mewakili bisnis perkebunan kelapa sawit, kini giliran Greenpeace menyoroti APRIL (Asia Pacific Resources International Limited) yang mewakili bisnis hutan tanaman industri (pulp and paper). Terlepas dari tingkat validitas data yang dipergunakan, salah satu yang membuat ganjalan kurang enak adalah dalam foto depan di relase news tersebut menyebutkan keterangan PT.Arara Abadi-Siak sebagai anak perusahaan APP (Asia Pulp and Paper). Mungkin ini salah publikasi? Atau ada unsur kesengajaan bahwa sekali "pukul" maka dua target langsung terkena. Setahu saya PT.Arara Abadi adalah dibawah SMF bukan APRIL.


Kepada Yth
Sukanto Tanoto
Chairman APRIL

Hari ini di Bogor, konsultan internasional Tropenbos akan memfasilitasi konsultasi publik untuk penilaian Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value - HCV) operasi pulp and paper APRIL di Semenanjung Kampar, Sumatra. Ini menyusul konsultasi serupa di Riau bulan April lalu yang tidak dihadiri oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang ada di Riau. Untuk alasan yang sama, Greenpeace tidak akan berpartisipasi di konsultasi publik hari ini.

Pertama sekali, sikap Greenpeace dan Jikalahari kukuh bahwa Semenanjung Kampar harus dilindungi. Karena Kampar adalah habitat penting bagi keanekaragaman hayati termasuk Harimau Sumatra, dan juga rumah bagi banyak masyarakat lokal yang menolak melihat hutannya dihancurkan. Masyarakat dari Teluk Meranti dan desa sekitar terus melawan rencana APRIL untuk mengkonversi hutan menjadi perkebunan pulp and paper, karena masyarakat sadar akan dampak negatif baik secara sosial maupun ekonomi.

Lebih jauh lagi, Semenanjung Kampar adalah kawasan yang sangat penting bagi stabilitas iklim dan merupakan salah satu kawasan hutan tropis lahan gambut terbesar di dunia. Dengan luasan lebih dari 700.000 hektar, lahan gambut di area ini sebagian besar dalam, menyimpan lebih dari 2 miliar ton karbon, angka per hektar yang paling tinggi dibanding jenis ekosistem tanah mana pun, sehingga kawasan ini menjadi salah satu benteng pertahanan global melawan perubahan iklim.

Karena itu, setiap asesmen untuk membenarkan kegiatan konversi yang tengah berlangsung di kawasan penting ini tidak bisa diterima. Asesmen Tropenbos dilakukan untuk mencoba melegitimasi kegiatan perusakan hutan besar-besaran di Kampar, sementara mengesampingkan sebaran HCV, dimana seluruh area Kampar seharusnya dilihat sebagai kawasan bernilai konservasi tinggi, bukan mencari area mana yang bisa dikeringkan dan dihancurkan hutannya. Pembabatan hutan tidak boleh terjadi sama sekali.

Kedua, aktivitas pembabatan hutan oleh APRIL di Kampar adalah ilegal menurut hukum Indonesia. Semenanjung Kampar sudah ditentukan sebagai kawasan lindung menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.26 tahun 2008, pasal 52 dan 55, serta Keputusan Presiden No.32 tahun 1990, dimana seluruh kawasan lahan gambut yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter harus dilindungi. Greenpeace telah menyerahkan kasus ini kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan meminta menteri untuk melakukan investigasi. Asesmen HCV di kawasan yang menurut hukum Indonesia seharusnya tidak boleh dikonversi hanya akan menjadi pengulangan. Greenpeace dan Jikalahari mempertanyakan alasan Tropenbos yang menyetujui untuk melakukan asesmen ini.

Greenpeace menghadiri konsultasi HCV bagi pemegang saham APRIL yang dilakukan di Pekanbaru November 2009 lalu, untuk membeberkan kemunafikan APRIL dengan mempresentasikan komitmen mereka melindungi Semenanjung Kampar, tetapi pada saat bersamaan alat-alat berat mereka sedang menghancurkan hutan Kampar dan mengeringkan lahan gambut di utara Semenanjung Kampar.

Pada November Kementerian Kehutanan mengambil langkah menghentikan sementara seluruh izin APRIL untuk melakukan investigasi. Greenpeace dan Jikalahari mendesak Pemerintah Indonesia untuk bertindak lebih tegas dengan mencabut izin APRIL dan RAPP di Semenanjung Kampar dan segera mengimplementasikan perlindungan kawasan itu. Ini harus menjadi langkah pertama bagi implementasi moratorium (penghentian sementara) penghancuran hutan nasional dan perlindungan menyeluruh terhadap lahan gambut Indonesia.

Lebih jauh lagi, APRIL harus mengambil tanggung jawab dan segera
menghentikan seluruh pembabatan hutan alam dan lahan gambut. Kami meminta pihak-pihak lain seperti perusahaan audit, konsumen atau donor asing, untuk menghentikan kerja sama dengan perusahaan hingga APRIL menghentikan kegiatan perusakan hutan dan lahan gambut.

Hormat Kami,

Bustar Maitar, Team Leader Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara
Susanto Kurniawan, Jikalahari


Sumber : http://www.greenpeace.org/seasia/id/news/surat-terbuka-utk-APRIL

Tuesday, April 27, 2010

Plantations are not forests

Berikut pers release dari Greenpeace sehubungan dengan rencana pemerintah untuk merancang sebuah peraturan yang memasukkan perkebunan kelapa sawit ke dalam kategori hutan.

JAKARTA, Indonesia — Pemerintah saat ini tengah merancang sebuah peraturan yang memasukkan perkebunan kelapa sawit ke dalam kategori hutan. Peraturan ini akan membuat kehancuran dan krisis habitat hewan maupun keanekaragaman hayati di hutan dan lahan gambut akan berkenjutan tanpa terkendali.

Greenpeace menolak rencana peraturan tersebut dengan membentangkan spanduk di Gedung Departemen Kehutanan yang bertuliskan "Plantations are not forests" (perkebunan bukan hutan). Tidak saja Greenpeace yang menolak peraturan tersebut, organisasi lingkungan dan masyarakat sipil pun menolak rencana peraturan tersebut.

Jika perkebunan akhirnya dimasukkan dalam kategori hutan, dikhawatirkan akan menyebabkan makin besarnya emisi dari perusakan hutan dan lahan gambut yang saat ini sudah sangat besar, membawa Indonesia menjadi negara terbesar ketiga penghasil emisi. Tingginya tingkat konsumsi CPO (Minyak Kelapa Sawit) dan rencana penggunaan Biofuel di pasar internasional membuat perluasaan kehancuran hutan dan gambut di Indonesia.

"Menteri Zulkifli Hasan harus segera membatalkan segala rencana untuk memasukkan perkebunan dalam kategori hutan dan mulai fokus pada bagaimana melindungi hutan Indonesia yang masih tersisa, biodiversitas, serta masyarakat yang hidupnya bergantung kepada hutan. Jika rencana ini diteruskan, kerusakan dahsyat hutan akan terjadi dan menteri akan bertanggung jawab atas gagalnya Indonesia memenuhi komitmen penurunan emisi yang telah dilontarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," ujar Joko Arif, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.

Indonesia saat ini berada di posisi ke pertama sebagai Negara dengan laju deforestasi tercepat di seluruh dunia, dan Negara penghasil emisi ketiga terbesar di dunia. Apa yang telah di lontarkan Presiden SBY di suatu forum internasional tentang komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 26% pada 2020 dan 41% dengan dukungan internasional harus di dukung dengan aksi atau suatu kebijakan yang nyata untuk menjaga hutan alam yang tersisa .

Tetapi yang saat ini terjadi pemerintah tersu mendukung pembukaan perkebunan baru dan membiarkan industri besar seperti Sinar Mas dan APRIL menghancurkan hutan.

Dunia internasional akan melihat Indonesia jika benar-benar memiliki komitmen untuk menjaga hutan. Dana dari Negara internasional pun akan datang sejalan dengan langkah nyata Indonesia. Mempromosikan perkebunan sebagai hutan merupakan sesuatu yang bertolak belakang dengan komitment Presiden SBY. Langkah nyata yang harus di lakukan pemerintah adalah dengan melakukan moratorium (jeda tebang) untuk mengatasi dampak buruk perubahaan iklim dan melindungi masyarakat yang bergantung pada hutan. Moratorium merupakan cara paling efektif.

Beberapa organisasi lingkungan seperti Walhi, Forest Watch dan Sawit watch telah mengirimkan surat secara terbuka kepada menteri kehutanan dan Duta besar Uni Eropa untuk memperingatkan mereka akan bahaya dari rencana peraturan yang salah ini.

Sumber : http://www.greenpeace.org/seasia/id/news/perkebunan-bukan-hutan

Friday, April 23, 2010

Jadwal Piala Dunia 2010

Balikpapan - Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan tinggal sekitar 2 bulan ke depan. Untuk pertama kalinya perhelatan akbar ini akan digelar di Benua Afrika. Sepertinya bakal menghadirkan banyak hal-hal yang tak terduga. Untuk melihat jadwal lengkapnya silahkan unggah disini.